Perlindungan Hak Konstitusional dari Privatisasi Kelautan: Pendekatan Sistemik Pemulangan Hak yang Dipengaruhi oleh Pagar Kelautan

Abstrak

Pembangunan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), megaproyek kota tepi laut di Tangerang, Indonesia, telah menimbulkan masalah hukum, sosial, dan lingkungan. Meskipun ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) karena manfaat ekonominya, seperti penciptaan lapangan kerja dan pengembangan pariwisata hijau, proyek tersebut telah menyebabkan dampak buruk yang signifikan. Secara khusus, pagar laut sepanjang 30 kilometer menghalangi akses bagi sekitar 4.000 nelayan, yang mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar Rp16 miliar sejak September 2024. Studi ini mengkaji konstitusionalitas privatisasi laut melalui penerbitan sertifikat tanah (SHM dan SHGB) dan mengevaluasi tanggapan pemerintah terhadap masalah ini. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menganalisis kerangka hukum yang mengatur pengelolaan sumber daya pesisir, termasuk UNCLOS 1982 dan hukum Indonesia seperti UU No. 27/2007 dan UU No. 26/2007. Temuan tersebut mengungkap bahwa tindakan pemerintah—menyegel wilayah tersebut, membongkar pagar laut dengan bantuan militer, dan mencabut SHM/SHGB—sesuai dengan peraturan tetapi kurang koordinasi sistemik. Isu-isu utama masih belum terselesaikan: penuntutan pidana terhadap pelaku, ganti rugi ekonomi bagi nelayan yang terdampak, dan rehabilitasi lingkungan. Artikel ini mengusulkan pendekatan sistemik untuk memulihkan hak-hak nelayan melalui penegakan hukum pidana terhadap pelaku ilegal, kompensasi finansial atas kerugian ekonomi, pemulihan ekosistem, dan penguatan partisipasi publik dalam perencanaan tata ruang. Mengambil pelajaran dari Rencana Partisipasi Masyarakat (CPP) Australia, studi tersebut menekankan pembangunan inklusif yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.